BEIJING, 7 Nov 2023 — Hidar Yousef merasa sangat terkesan melihat Gua-Gua Mogao yang terkenal dan mempelajari tentang bagaimana teknologi terkini digunakan untuk membantu melestarikan situs Warisan Dunia UNESCO ini.
“Ini adalah pengalaman yang hebat untuk mengunjungi Gua-Gua dan melihat lukisan dinding secara langsung, serta mempelajari tentang teknologi yang digunakan dalam memperbaiki dan memantau situasi di dalam Gua-Gua,” kata Yousef kepada Global Times.
Yousef, yang bekerja di Directorate-General for Antiquities and Museums (DGAM), sebuah badan pemerintah Suriah yang bertanggung jawab atas kegiatan perlindungan dan penggalian di situs warisan nasional Suriah, termasuk di antara delegasi budaya Suriah beranggotakan 24 orang yang mengunjungi Cina untuk menjelajahi peluang kerja sama budaya. Terletak di pinggir barat laut Provinsi Gansu di Cina Barat Laut, Gua-Gua Mogao di Dunhuang, dahulu merupakan kota perbatasan selama Dinasti Han (206 SM – AD 220), menjadi bukti komunikasi antarperadaban sejak didirikan pada tahun 366 M, karena lukisan dinding di situs itu menunjukkan pengaruh budaya asing yang jelas.
Koneksi kuno
Sebuah Mazmur Alkitab yang ditulis dalam bahasa Suriah ditemukan selama ekspedisi penggalian arkeologi di Gua B53 Mogao pada tahun 1986. Meskipun tanggal publikasi asli tidak diidentifikasi pada naskah tulis tangan, dipercaya bahwa karya tulis tangan itu berasal dari Dinasti Yuan (1279 – 1368). Su Bomin, kepala Akademi Dunhuang, yang didirikan pada tahun 1944 dan kini mengawasi pelestarian dan pengelolaan Gua-Gua Mogao, mengatakan bahwa penyebaran budaya Dunhuang, yang sendiri menegaskan rasa saling menghormati peradaban yang berbeda dalam masa lalu Cina, juga mendorong rasa saling menghormati antarperadaban.
“Penyebaran budaya Dunhuang dapat membuat orang dari seluruh dunia memahami pentingnya rasa saling menghormati, sehingga dapat lebih mewujudkan bahwa Cina, dari masa lalu hingga sekarang, menekankan pertukaran antarbudaya dan mempromosikan semangat saling belajar,” kata Su kepada Global Times.
Ahli arkeologi Suriah Jihad Abu Kahla, direktur Departemen Purbakala Daerah Damaskus, mencatat bahwa Jalur Sutera kuno dan ekspansi kekaisaran Mongol juga membawa budaya Cina ke Suriah.
“Cina adalah negara pemimpin dunia dalam perlindungan benda-benda budaya. Kami banyak belajar berkat persahabatan jangka panjang antara Cina dan Suriah,” katanya kepada Global Times melalui penerjemah. “Pada zaman kuno, kedua belah pihak memiliki hubungan erat melalui Jalur Sutera. Sekarang kami dapat mengandalkan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) untuk melanjutkan persahabatan kami,” kata Kahla.
Suriah, dahulu merupakan tujuan budaya dan wisata, kini melihat harta bersejarahnya hancur akibat perang. Hala Emad, pejabat senior dengan Komisi Perencanaan dan Kerja Sama Internasional Suriah, mengatakan kerja sama antara Cina dan Suriah di bidang budaya sudah ada sebelum perang namun terhenti. Sejak itu, kerja sama antara Cina dan Suriah hanya terbatas pada bantuan kemanusiaan saja. Perang telah memaksa para praktisi budaya untuk memprioritaskan pelestarian benda-benda purbakala yang telah digali daripada penjelajahan berkelanjutan untuk menemukan yang baru, menurut Ahmad Dali, direktur Damaskus di DGAM.
Mengapa pelestarian penting
Yu Jiannan, sekretaris partai Akademi Pusat Administrasi Budaya dan Pariwisata, menegaskan isu bersama Cina dan Suriah dalam hal pelestarian benda-benda budaya.
“Cina dan Suriah sama-sama negara dengan sejarah panjang dan warisan budaya yang kaya, dan masalah dalam pelestarian warisan budaya, seperti kerusakan manusia dan alam, sangat menonjol di kedua negara,” kata Yu.
Meskipun Suriah juga sudah mulai mendigitalisasi purbakalanya, teknik yang digunakan belum semutakhir itu, kata Yousef, yang bekerja di departemen digitalisasi di DGAM.
Digitalisasi Gua-Gua Mogao telah secara besar-besaran meningkatkan penyebaran informasi tentang Gua-Gua Mogao di seluruh dunia, karena portal akses bebas “E-Dunhuang” diluncurkan secara online pada tahun 2017, menarik lebih dari 20 juta pengunjung di seluruh dunia.
Teknologi telah membuat warisan yang tidak dapat dipindahkan di Gua-Gua Mogao dapat ditampilkan secara digital atau melalui replika, memberi pengunjung pandangan yang lebih dekat tanpa merusak lukisan dinding rapuh.
“Peran digitalisasi akan semakin penting karena kami mengelola situs yang tidak dapat dipindahkan,” kata Su, dekan Akademi Dunhuang, kepada Global Times. “Dengan didigitalisasikannya sumber daya, kami dapat membuat replika gua dan lukisan dinding dengan resolusi tinggi untuk ditampilkan kepada penonton di seluruh dunia.”
Melestarikan benda-benda budaya, baik secara digital maupun fisik, dapat memperkuat identitas nasional serta kohesi sosial, menurut Kahla.
Ia yakin perang telah mengubah pola pikir masyarakat Suriah, karena pelestarian budaya sudah tidak lagi menjadi prioritas utama menghadapi krisis yang disebabkan perang.
“Perlindungan warisan adalah konstruksi identitas. Hal itu mengacu pada pembangunan bangsa,” tambahnya, menekankan bahwa “perlindungan benda-benda budaya juga berarti mempromosikan pentingnya warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.”