Jakarta, Indonesia – Krisis pernah terjadi pada 2008-2009 bisa kembali terulang akibat pandemi Covid-19, dimana akibat virus corona pola hidup seluruh masyarakat di seluruh dunia benar-benar berubah.
Meski berbeda, nyatanya pandemi Covid-19 berhasil melumpuhkan perekonomian. Direktur Pelaksana World Bank (Bank Dunia) Mari Elka Pangestu misalnya, yang mengatakan pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan yang sangat luar biasa kepada perekonomian di seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia.
“Kali ini jika kita kontraksi 2%, kita butuh 1% di bawah potensi atau 4%. Untuk dua hingga tiga tahun ke depan, mungkin kita perlu waktu hingga lima tahun untuk mengembalikan situasi seperti pre-Covid-19,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Bahkan, dia memandang situasi krisis ekonomi karena Covid-19 saat ini sama seperti krisis ekonomi dan moneter pada 1998. Indonesia saat itu memerlukan waktu delapan tahun untuk bisa pulih lagi.
Pilihan Redaksi
|
Oleh karena itu, menurut dia sangat penting untuk melakukan perubahan dan transformasi agar ekonomi bisa bangkit. Pasalnya, krisis kesehatan dan krisis ekonomi karena pandemi Covid-19 ini, juga berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia berada di bawah level fundamentalnya untuk jangka waktu bertahun-tahun.
Krisis yang terjadi pada 2008-2009 terpaksa memporak porandakan lembaga keuangan dan korporasi, termasuk industri perbankan Indonesia. Saat itu, IHSG anjlok ke level psikologis 1.800 menjadi 1.719,25, atau anjlok 4,7% pada September 2008.
Sejak krisis subprime mortgage melanda IHSG anjlok lebih dari 60% dari posisi tertinggi 2008 di 2.830 hingga posisi terendah 1.111. Sementara itu secara year to date 2008, IHSG anjlok lebih dari 50% hingga menyentuh 1.355,41 pada 31 Desember 2008.
Industri perbankan ikut merasakan imbas dari krisis ini termasuk BNU. Pada masa yang sama, saham BNI pun harus terlempar dari level Rp 1.071/saham hingga menyentuh Rp 393/saham pada 24 November 2008. Saham BNI, terdepresiasi 72,6% hanya dalam 2 bulan.
Kondisi ini berlanjut hingga memasuki 2009, dimana sejak awal tahun hingga pertengahan tahun saham BNI bergerak di kisaran Rp 600-900/saham.
Namun, pasca Mei 2009, saham BNI bergerak di atas level Rp 1.000 dan perlahan-lahan bangkit dan hampir menyentuh Rp 2.000 per saham.
Kemudian, saham BNI kembali “pulih” dan kembali bergerak di kisaran Rp 2.000/saham pada Maret 2010, dan bangkit ke level Rp 3.081/saham pada Agustus. Di penghujung tahun 2010 pun BNI mencapai level tertinggi sejak krisis menghantam yakni Rp 4.700/saham.
Artinya sejak menyentuh titik terendah, BNI bisa menanjak 1.127% dan membalikkan posisinya dalam periode 2 tahun, serta tidak lama setelah krisis berakhir pada 2009.