(SeaPRwire) –
HONG KONG, 13 Nov 2023 — Sebagian besar laporan media berbahasa Cina mengenai pekerja rumah tangga migran (PRTM) di Hong Kong gagal melaporkan penganiayaan mereka secara faktual, independen dan kritis, dan lebih fokus pada daya tarik berita sambil mengabaikan akar permasalahan yang lebih dalam, yang berkaitan dengan kekuasaan dan interaksi gender, ras, etnis, dan kelas, menurut studi terbaru oleh Lingnan University di Hong Kong. Cerita berita ini menjauhkan masyarakat dari penderitaan PRTM, memperkuat ketidaksetaraan, dan menghambat diskusi yang mungkin mengarah pada kebijakan, praktik dan kesadaran yang lebih baik.
Sejak 1974, pemerintah Hong Kong mengizinkan warga untuk mempekerjakan pekerja rumah tangga asing, yang menyebabkan masuknya PRTM dari Filipina. Dengan meluasnya kelas menengah di Hong Kong dan meningkatnya permintaan akan pembantu rumah tangga yang bekerja penuh waktu dan tinggal di rumah, jumlah PRTM tumbuh dari 21.500 pada tahun 1982 menjadi lebih dari 385.000 pada tahun 2020, sekitar 5% dari total penduduk. Namun, meskipun jumlah mereka terus bertambah selama lima dekade terakhir dan kontribusi mereka yang signifikan bagi keluarga setempat, banyak PRTM di Hong Kong masih menjadi subjek prasangka dan penganiayaan, seperti “muijai” atau amah dekade lalu. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh LSM Mission for Migrant Workers pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa sejumlah signifikan responden PRTM melaporkan baik kekerasan fisik (18% responden) maupun pelecehan seksual (6%).
Untuk memahami representasi media berbahasa Cina terhadap PRTM di Hong Kong, dan arti yang lebih luas serta dampaknya terhadap persepsi masyarakat terhadap isu PRTM, Prof Janet Ho Nga-man, Kepala Departemen Bahasa Inggris dan Prof Andrew Sewell, Profesor Asosiasi Departemen Bahasa Inggris dari Lingnan University di Hong Kong, melakukan proyek menganalisis laporan penganiayaan PRTM di media berbahasa Cina. Mereka membaca 398 laporan yang diterbitkan antara 2010 dan 2019 di tiga surat kabar berbahasa Cina yang populer, dan memeriksa representasi wacana pelaku dan korban dalam laporan tersebut. Studi ini menempatkan wacana media dalam kerangka sosiologis yang lebih luas guna menekankan peran pentingnya, serta menekankan inheren interseksionalitas isu PRTM. Studi ini didukung oleh Skema Karier Awal Dewan Penelitian.
Untuk memahami hubungan antara isu-isu seperti diskriminasi, ketidaksetaraan kekuasaan, dan penganiayaan dalam konteks sosialnya, Profesor Ho dan Profesor Sewell memanfaatkan alat konseptual kontrol sosial dan ketidaksetaraan struktural. Kontrol sosial mengacu pada proses, pendekatan, dan sumber daya untuk menerapkan tata tertib pada individu, sehingga perilaku mereka sesuai dengan norma dan harapan moral. Ketidaksetaraan struktural dapat terjadi dalam bentuk eksploitasi, penetrasi, fragmentasi, dan marginalisasi.
Studi ini mengidentifikasi tiga poin penting dalam cara PRTM dan pemberi kerja mereka digambarkan secara wacana dalam laporan berita. Pertama, laporan cenderung membebaskan pelaku dan menyalahkan korban. Ini tentu saja berkontribusi pada ketidakseimbangan kekuasaan dan lebih jauh memarginalisasi PRTM. Misalnya, dalam kasus kekerasan fisik, sifat kepribadian positif (istri yang bertanggung jawab) atau faktor kontributif (stres emosional dan gangguan mental pemberi kerja) sering digarisbawahi, menunjukkan pembebasan pelaku. Laporan juga cenderung fokus pada sifat kepribadian negatif (malas atau tidak kompeten) atau faktor kontributif (kinerja yang tidak memuaskan), mengungkapkan penyalahan korban yang luas. Ketika pembebasan pelaku dan penyalahan korban bekerja berdampingan, keparahan penganiayaan akan diredam, dan PRTM ditempatkan dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Kedua, melalui narativisasi, media memberikan cerita kerangka kognitif interpretasi yang akrab, mendorong pembaca untuk mengatribusikan penyebab penganiayaan ke kekurangan yang dirasakan PRTM. Misalnya, ibu tertekan karena anak-anaknya bersekolah, dan pembantunya malas, jadi ibu menganiaya pembantunya secara fisik. Ini sampai tingkat tertentu mendorong evaluasi moral dan melegitimasi penganiayaan PRTM.
Poin utama ketiga laporan media ini adalah sensasionalisme – menyajikan informasi agar menarik perhatian pembaca dan memicu respons emosional. Misalnya, dalam kasus pelecehan seksual sebagian besar laporan media menyertakan deskripsi rinci, sehingga terbaca seperti cerita erotis atau sensasionalis. Narasi yang disederhanakan dan terlalu seksualisasi ini secara tidak terelakkan berfungsi untuk salah mewakili isu dan orang yang terlibat, semakin memperluas ruang untuk pembebasan pelaku dan penyalahan korban, serta mempertahankan stereotip merugikan dan ketidaksetaraan struktural.
Studi ini mencatat bahwa cara penganiayaan PRTM dirumuskan dalam laporan berita berbahasa Cina Hong Kong, dan representasi wacana baik pelaku maupun korban berkontribusi pada stereotip komunitas tentang PRTM, sekaligus mempertahankan hubungan dominasi pemberi kerja, serta kontrol sosial dan ketidaksetaraan struktural, yang kemudian menjadi latar belakang terjadinya kekerasan rumah tangga berkelanjutan. Sebenarnya, eksklusi sosial dan stigmatisasi orang Filipina dan Indonesia masih umum di Hong Kong.
Laporan ini juga menekankan perlunya peneliti berinteraksi dengan jurnalis dan masyarakat umum untuk menantang representasi negatif dan memerangi diskriminasi. Meskipun media harus memperhatikan pembacanya, media seharusnya memikul beberapa tanggung jawab untuk pemahaman masyarakat yang lebih baik tentang penganiayaan PRTM dan memfasilitasi kebijakan, praktik, dan kesadaran yang lebih baik.
Artikel ini disediakan oleh penyedia konten pihak ketiga. SeaPRwire (https://www.seaprwire.com/) tidak memberikan jaminan atau pernyataan sehubungan dengan hal tersebut.
Sektor: Top Story, Daily News
SeaPRwire menyediakan layanan distribusi siaran pers kepada klien global dalam berbagai bahasa(Hong Kong: AsiaExcite, TIHongKong; Singapore: SingdaoTimes, SingaporeEra, AsiaEase; Thailand: THNewson, THNewswire; Indonesia: IDNewsZone, LiveBerita; Philippines: PHTune, PHHit, PHBizNews; Malaysia: DataDurian, PressMalaysia; Vietnam: VNWindow, PressVN; Arab: DubaiLite, HunaTimes; Taiwan: EAStory, TaiwanPR; Germany: NachMedia, dePresseNow)