Berita Indonesia Terbaru Hari Ini

Waduh! Saham Properti Babak Belur, PPN 0% Kurang Nendang?

Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.

Jakarta, Indonesia – Saham emiten properti pada perdagangan Rabu kemarin (3/3/2021) ditutup berjatuhan di sesi II, setelah sempat melesat pada perdagangan sesi I Selasa (2/3/2021).

Insentif yang diberikan oleh pemerintah ke sektor properti dalam bentuk relaksasi bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% masih tak begitu manjur untuk mengangkat saham-saham properti.

Ada setidaknya enam saham properti yang pergerakannya terkoreksi dalam pada perdagangan Rabu kemarin. Adapun keenam saham properti yakni.

Berdasarkan data BEI, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) menjadi yang pertama dalam daftar pelemahan saham properti pada perdagangan kemarin. Saham SMRA sendiri ditutup ambles 3,3% ke level Rp 880/unit pada Rabu kemarin.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi saham SMRA kemarin mencapai Rp 44 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 49,9 juta lembar saham.

Investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 4,38 juta di pasar reguler dan Rp 2,08 di pasar negosiasi dan pasar tunai.

Baca:

Bank Mini Memang Oke, tapi Asing Jorjoran Borong 10 Saham Ini

Selanjutnya di posisi kedua terdapat saham PT Alam Sutera Reality Tbk (ASRI) yang juga ditutup merosot 3,17% ke posisi Rp 244/unit pada perdagangan kemarin.

Nilai transaksi saham ASRI mencapai Rp 34,2 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 138,3 juta lembar saham. Senada dengan saham SMRA, investor asing juga melakukan aksi net sell di saham ASRI melalui pasar reguler sebanyak Rp 102,68 juta.

Sementara itu, pelemahan paling minor atau yang menduduki posisi keenam dibukukan oleh saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang melemah 1,68% ke Rp 1.170/unit.

Adapun nilai transaksi saham CTRA pada perdagangan kemarin mencapai Rp 37,9 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 32,1 juta lembar saham. Asing pun melakukan net sell sebesar Rp 10,64 miliar di pasar reguler dan sebanyak Rp 5,58 miliar di pasar negosiasi dan pasar tunai.

Relaksasi PPN sektor properti tampaknya tidak terlalu berpengaruh besar ke harga saham emiten property, di mana saham properti sendiri sudah mulai lesu sejak Selasa (2/3/2021) lalu.

Sebelumnya, menurut riset CLSA Sekuritas, kebijakan relaksasi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk sektor perumahan yang kemarin diumumkan pemerintah akan menguntungkan pengembang properti properti yang punya stok rumah yang belum terjual.

“Kebijakan sementara ini, akan menguntungkan pengembang properti, tujuannya untuk mengurangi inventori yang membuat pasokan berlebih selama ini,” tulis CLSA Sekuritas dalam risetnya, Selasa (2/3/2021).

Sebagai informasi, PPN selama ini dibebankan pada penjualan rumah dari pengembang properti ke penjual. PPN merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

Baca:

‘Hujan’ Stimulus, Begini Tips Investasi Saham-saham Properti

PPN, dalam hal ini PPN penjualan rumah, dibayarkan pembeli dan dipungut oleh penjual untuk selanjutnya disetorkan ke negara.

Perlakuan PPN penjualan rumah hanya diberlakukan terhadap properti primary, dalam arti properti rumah yang dijual oleh pengembang ke konsumen. Sementara, properti secondary, dalam arti dijual dari satu orang ke orang lain, tidak dikenakan PPN. Adapun besarannya PPN Rumah ini mencapai 10%.

Mekanisme pemberian insentif PPN dengan besaran:

  1. 100% ditanggung pemerintah atas rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar
  2. 50% ditanggung pemerintah atas rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar sampai 5 miliar.

“Berlaku selama 6 bulan mulai 1 Maret 2021 sampai 31 Agustus 2021,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Senin (1/3/2021).

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menyambut baik kebijakan ini, meski tidak terlalu puas. Sebab usulan REI, insentif ini mestinya berlaku sampai Desember 2021. Namun Penghapusan PPN berlaku sejak 1 Maret sampai 31 Agustus 2021.

“Apa yang dilakukan pemerintah untuk mendukung semuanya, kita kerja dulu lah gimana kalau sampai Agustus. Kemarin kita usulan sampai Desember segala transaksi dalam hal properti, sampai Desember,” kata Totok kepada Indonesia, dikutip Selasa (2/3/21).

Alasannya, kata Totok, proses pembangunan yang memerlukan waktu tidak sebentar. Ketika berlakunya insentif terlalu singkat, maka ada kekhawatiran pembeli rumah tidak bisa menggunakan insentif tersebut.

“Karena membangun rumah butuh waktu 6 bulan, kalau diumumkan sekarang transaksi sampai bulan Agustus, kan nggak bisa (dapat insentif) September-nya. Pembeli baru kalau beli hari ini realisasinya 6 bulan. Ya kita coba dulu jalan, kita kerja dulu lah, tujuannya Pemerintah dengan kita sama,” sebut Totok.

Selain itu, Ia menyebut sudah mengajukan beberapa insentif selain penghapusan PPN 0%. Namun sayangnya tidak semua dikabulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Kemarin kita minta PPh final (Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Sewa Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan) karena sewa mal, perkantoran kan paling terdampak,” paparnya.

TIM RISET  INDONESIA

Baca:

‘Hantu’ Ini Datang Lagi, Wall Street Loyo

[Gambas:Video ]

(chd/chd)